Judul :
Perjuangan Anak Gelandangan
Penulis : Soraya T
Penerbit : Thayyibah
Cetakan 1 : 1996
Cetakan 2 : 1997
Tebal Buku : 76 halaman
Penulis : Soraya T
Penerbit : Thayyibah
Cetakan 1 : 1996
Cetakan 2 : 1997
Tebal Buku : 76 halaman
Anak-anak
gelandangan cenderung dipandang sebagai sampah masyarakat. Kita memang jarang
ingin mengetahui apa latar belakang yang membuat anak-anak itu menjadi
gelandangan. Memang, terlalu banyak penyebabnya, tetapi pasti karena kondisi
sosial yang memprihatinkan.
Diantara ‘sampah masyarakat’ tersebut selalu ada beberapa butir mutiara. Mutiara-mutiara itu akan tetap terpendam di dalam kumuhnya sampah masyarakat kalau tidak ada seorang pun yang peduli. Jadi, kepedulian kita sangat di tuntut dan di dambakan oleh mereka. Alhamdullilah, kita telah mengembangkan dan menghidupkan kepedulian tersebut melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
Gerakan Orang Tua Asuh ini diwakili oleh seorang tokoh mantan guru sekolah SD yg tersingkir karena terlalu idealis dalam masalah peraturan dana dan sumbangan wajib wali murid.
kisah berjudul Perjuangan Anak Gelandangan ini merupakan sebuah adaptasi dari kisah nyata yang dialami anak gelandangan.
Kisah yang sangat menyentuh dan menarik.
Diantara ‘sampah masyarakat’ tersebut selalu ada beberapa butir mutiara. Mutiara-mutiara itu akan tetap terpendam di dalam kumuhnya sampah masyarakat kalau tidak ada seorang pun yang peduli. Jadi, kepedulian kita sangat di tuntut dan di dambakan oleh mereka. Alhamdullilah, kita telah mengembangkan dan menghidupkan kepedulian tersebut melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
Gerakan Orang Tua Asuh ini diwakili oleh seorang tokoh mantan guru sekolah SD yg tersingkir karena terlalu idealis dalam masalah peraturan dana dan sumbangan wajib wali murid.
kisah berjudul Perjuangan Anak Gelandangan ini merupakan sebuah adaptasi dari kisah nyata yang dialami anak gelandangan.
Kisah yang sangat menyentuh dan menarik.
Tokoh utama disini
seorang anak bernama Wandi, yang terus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
nya dan kebutuhan keluarganya. Walaupun ia sudah tidak tinggal bersama keluarga
nya namun, dia tetap mampir untuk memberi uang hasil jerih payahnya sekedarnya
saja. Kata yg di pakai di Novel ini cukup menarik dan sangat puitis. Semangat
untuk bersekolah nya sangat kuat, dia mencari nafkah sendiri untuk dia
bersekolah. Akan tetapi karena keadaan sosial, itu menjadi hambatan baginya.
Semangat belajar yang tetap tinggi, itulah yang mendorong Wandi untuk tetap bertahan hidup. Dia mengamen bersama teman-teman nya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan sebagian kecil di tabung, untuk masa depannya kelak. Wandi lebih banyak bersahabat dengan teman-teman barunya. Persahabatan selalu membuahkan sesuatu yang baik. Teman barunya melihat semangat Wandi ingin belajar. Tanpa ragu teman itu menawari jalur dan wadah yang dibutuhkan Wandi, untuk bergabung di PB atau Perkumpulan Belajar (seperti sekolah). Dan Wandi pun menyanggupinya.
Di ruangan persis sebuah aula. Luasnya kira-kira 10m x 10m. berdinding batu batako yang telanjang, dengan langit-langit beratap asbes dan lantai berplester semen. Bila semua penghuni kumpul jumlah mereka mencapai 50 anak dari usia enam tahun sampai dengan tujuh belas. Mereka di kepalai oleh seorang yang berusia kira-kira 45 tahun. Pak jamhari namanya. Mantan seorang guru sekolah dasar swasta. Ia diberhentikan, lebih cepat dipecat karena dianggap terlalu berpihak kepada murid berorang tua kurang mampu.
Di Perkumpulan Belajar, hanya ada 1 guru. Yaitu pak Jamhari. Beliau mengajar dengan sabar dan tekun. Pak Jamhari mengajar secara acak. Artinya, kadang-kadang ia mengajar mata pelajaran yang cocok untuk murid kelas 2 dan kelas 3. Lalu, dengan tiba-tiba meloncat ke mata pelajaran kelas 5 dan 6. Cara tersebut dilaksanakan karena para penghuni PB terdiri atas anak-anak yang beragam usia dan kemampuan. Jam belajar di PB ditetapkan pukul 20.00 dan selesainya tidak tentukan. Karena kalau pagi dan siang para murid masih mencari nafkah, maka jam pelajaran dilaksanakan pada waktu malam hari.
Suatu saat ada seorang penghuni Pb membawa pulang selebaran mengenai lomba Cepat-Tepat tingkat SD antar panti asuhan. Hadiah yang dijanjikan selain Tabanas, piagam, dan sepeda balap, masih ada beberapa hadiah lagi bagi para pemenang harapan. Pak Jamhari yang membaca selebaran tersebut merasa tertarik mengikuti lomba tersebut dengan mencalonkan beberapa anak. Diantaranya Jambrut dan Wandi. Seusai membicarakan lomba tersebut, pelajaran pun dilanjutkan. Pak Jamhari mengawali pelajaran malam itu dengan judul “Mengenal Pahlawan Bangsa”. Diantaranya Supeno dan Abdul Muis.
Lomba cepat tepat digelar di sebuah pekarangan Panti Asuhan Anak mulya. Lomba tersebut diikuti oleh tiga group, yakni penghuni Panti Asuhan Anak Mulya, penghuni Panti Asuhan Putra Agung, dan penghuni PB pimpinan pak Jamhari. Para huri dari Kanwil Depdikbud dan seorang wakil perusahaan yang mensponsori penyelenggaraan lomba cepat-tepat tersebut. Seorang staf Kanwil Depdikbud bertugas pula sebagai penanya.
Wandi menyerahkan semua hadiah tabanasnya kepada kedua orang tuanya berikut sepeda balap. Wandi juga menganjurkan agar kedua orang tuanya pulang ke kampung halaman ayahnya. Dengan uang hasil penjualan sepeda, Ayahnya bisa membangun rumah.
Buah keikhlasan yang diterima Wandi dan pak Jamhari sangat menakjubkan. Mereka diundang dengan terhormat untuk datang ke stasiun televisi swasta untuk di wawancarai di acara ‘Sukses di Seputar Kita’. Setelah memenuhi undangan tersebut, pak Jamhari dan Wandi menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah pak Bangka. Pak Bangka adalah seseorang yang sudah memberikan tanah yang selama ini ia gunakan untuk PB itu. Ternyata pak Bangka meminta agar pak Jamhari dan Wandi untuk satu atau dua hari menjadi tamu istimewa di rumah beliau. Diam-diam pak bangka dan istrinya mempunyai rencana. Pak Bangka bersedia memberikan sejumlah dana untuk membangun ruang kelas di atas tanah di sekitar gudang.
Semangat belajar yang tetap tinggi, itulah yang mendorong Wandi untuk tetap bertahan hidup. Dia mengamen bersama teman-teman nya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan sebagian kecil di tabung, untuk masa depannya kelak. Wandi lebih banyak bersahabat dengan teman-teman barunya. Persahabatan selalu membuahkan sesuatu yang baik. Teman barunya melihat semangat Wandi ingin belajar. Tanpa ragu teman itu menawari jalur dan wadah yang dibutuhkan Wandi, untuk bergabung di PB atau Perkumpulan Belajar (seperti sekolah). Dan Wandi pun menyanggupinya.
Di ruangan persis sebuah aula. Luasnya kira-kira 10m x 10m. berdinding batu batako yang telanjang, dengan langit-langit beratap asbes dan lantai berplester semen. Bila semua penghuni kumpul jumlah mereka mencapai 50 anak dari usia enam tahun sampai dengan tujuh belas. Mereka di kepalai oleh seorang yang berusia kira-kira 45 tahun. Pak jamhari namanya. Mantan seorang guru sekolah dasar swasta. Ia diberhentikan, lebih cepat dipecat karena dianggap terlalu berpihak kepada murid berorang tua kurang mampu.
Di Perkumpulan Belajar, hanya ada 1 guru. Yaitu pak Jamhari. Beliau mengajar dengan sabar dan tekun. Pak Jamhari mengajar secara acak. Artinya, kadang-kadang ia mengajar mata pelajaran yang cocok untuk murid kelas 2 dan kelas 3. Lalu, dengan tiba-tiba meloncat ke mata pelajaran kelas 5 dan 6. Cara tersebut dilaksanakan karena para penghuni PB terdiri atas anak-anak yang beragam usia dan kemampuan. Jam belajar di PB ditetapkan pukul 20.00 dan selesainya tidak tentukan. Karena kalau pagi dan siang para murid masih mencari nafkah, maka jam pelajaran dilaksanakan pada waktu malam hari.
Suatu saat ada seorang penghuni Pb membawa pulang selebaran mengenai lomba Cepat-Tepat tingkat SD antar panti asuhan. Hadiah yang dijanjikan selain Tabanas, piagam, dan sepeda balap, masih ada beberapa hadiah lagi bagi para pemenang harapan. Pak Jamhari yang membaca selebaran tersebut merasa tertarik mengikuti lomba tersebut dengan mencalonkan beberapa anak. Diantaranya Jambrut dan Wandi. Seusai membicarakan lomba tersebut, pelajaran pun dilanjutkan. Pak Jamhari mengawali pelajaran malam itu dengan judul “Mengenal Pahlawan Bangsa”. Diantaranya Supeno dan Abdul Muis.
Lomba cepat tepat digelar di sebuah pekarangan Panti Asuhan Anak mulya. Lomba tersebut diikuti oleh tiga group, yakni penghuni Panti Asuhan Anak Mulya, penghuni Panti Asuhan Putra Agung, dan penghuni PB pimpinan pak Jamhari. Para huri dari Kanwil Depdikbud dan seorang wakil perusahaan yang mensponsori penyelenggaraan lomba cepat-tepat tersebut. Seorang staf Kanwil Depdikbud bertugas pula sebagai penanya.
Wandi menyerahkan semua hadiah tabanasnya kepada kedua orang tuanya berikut sepeda balap. Wandi juga menganjurkan agar kedua orang tuanya pulang ke kampung halaman ayahnya. Dengan uang hasil penjualan sepeda, Ayahnya bisa membangun rumah.
Buah keikhlasan yang diterima Wandi dan pak Jamhari sangat menakjubkan. Mereka diundang dengan terhormat untuk datang ke stasiun televisi swasta untuk di wawancarai di acara ‘Sukses di Seputar Kita’. Setelah memenuhi undangan tersebut, pak Jamhari dan Wandi menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah pak Bangka. Pak Bangka adalah seseorang yang sudah memberikan tanah yang selama ini ia gunakan untuk PB itu. Ternyata pak Bangka meminta agar pak Jamhari dan Wandi untuk satu atau dua hari menjadi tamu istimewa di rumah beliau. Diam-diam pak bangka dan istrinya mempunyai rencana. Pak Bangka bersedia memberikan sejumlah dana untuk membangun ruang kelas di atas tanah di sekitar gudang.
Keunggulan buku disini.
Kata-kata yang digunakan mudah di pahami. Sangat puitis. Dan sangat menyentuh.
Akan tetapi sangat disayangkan, jika di buku ini di beri gambar yang lebih
berwarna, dan banyak. Pasti akan lebih menarik minat orang untuk membaca.
Dari cerita ini kita
dapat termotivasi untuk terus belajar. Jangan takut gagal. Terus berjuang dalam
keadaan apapun. Tetap berbakti kepada orang tua. Dan jangan mudah menyerah.
Komentar
Posting Komentar